Breaking

Passion Becomes Prison

Dunia Baru dalam Kertas Lipat Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1
Beberapa waktu lalu saya jumpa satu anak muda, sebut saja sebagai Budi, yang sangat cemerlang dan mendalami sinematografi di Melbourne. Kami berbincang cukup lama dan Budi menyatakan bahwa sinematografi adalah passion-nya. 

Sudah banyak prestasi yang diraih Budi. Budi berencana mengambil gelar Master, masih di bidang yang sama, di Amerika usai menyelesaikan pendidikan S1-nya. 

Saya bertanya pada Budi apa yang membuat ia begitu semangat belajar dan mendalami sinematografi dan Budi memberi jawaban yang sungguh tidak saya sangka. 

Budi menjelaskan bahwa sejak SMP ia memang senang membuat video singkat. Prestasinya lumayanlah untuk ukuran anak SMP. Dan ini berlanjut hingga SMA. Dorongan untuk secara serius mendalami sinematografi hingga menjadi passion muncul saat Budi kuliah bisnis di salah satu perguruan tinggi di Surabaya barat. 

Dosen memberi mahasiswa tugas membuat video singkat. Dan Budi dengan sepenuh hati mengerjakan tugas ini. Budi merasa tugasnya ini bagus namun dosennya mengatakan hal sebaliknya. Dosennya sama sekali tidak menghargai hasil kerja Budi dan mengatakan karya Budi jelek dan tidak memenuhi standar. 

Budi merasa tersinggung dan marah atas penilaian dosen yang ia tahu sebenarnya tidak menguasai materi pembuatan film, namun tidak mau mengakui hal ini. Dosen justru memberi penilaian yang menurut Budi sangat tidak adil. Akhirnya Budi memutuskan OD (out dhewe) dari PT ini dan melanjutkan studi di Melbourne. Di sini kemampuan Budi berkembang sangat pesat karena mendapat bimbingan pengajar yang kompeten dan praktisi. 

"Jadi, apa sebenarnya tujuan Budi mendalami sinematografi?" tanya saya. 

"Saya ingin membuktikan, terutama kepada dosen saya itu, bahwa dia salah. Dia tidak tahu apa yang ia lakukan karena tidak punya kompetensi tapi gengsi mengakuinya. Setelah saya jadi orang terkenal saya akan datangi dia lagi dan akan katakan padanya bahwa dia salah menilai saya," jawabnya tegas dan masih tampak perasaan kesal. 

"Oh.. jadi yang men-drive Budi ini sebenarnya adalah perasaan marah, ya?" tanya saya. 

"Benar sekali. Saya marah sama dosen itu," jawab Budi. 

Saya jelaskan pada Budi bahwa passion adalah satu kegiatan yang sangat kita sukai. Saat melakukan passion kita lupa waktu, merasa sangat senang, mengalami kondisi flow, bahagia, dan tidak pernah merasa lelah. Passion bila dilakukan dengan benar akan membuat hidup penuh warna, indah, berenergi, puas, dan utuh.

Sahabat, passion sejatinya di-drive oleh emosi, baik positif atau negatif . Semakin intens emosi yang mendasari passion, semakin kuat passion ini. Passion yang baik adalah yang berlandaskan emosi positif.

Saya jelaskan pada Budi bahwa ia perlu secara perlahan mengubah landasan emosi atau alasan yang menjadi bahan bakar passion-nya. Bila ia terus memelihara perasaan marah kepada dosennya sebagai bahan bakar passion, cepat atau lambat hasilnya pasti akan tidak baik. 

Saya jelaskan padanya bahwa suatu saat nanti, saat ia telah berhasil mencapai impiannya menjadi orang sukses di bidang sinematografi, dan ia telah berhasil membuktikan dosennya ini salah, maka setelahnya dorongan untuk terus berkarya pasti pudar dengan sendirinya. 

Saya sarankan Budi untuk mengubah bahan bakar passion-nya dengan sesuatu yang lebih besar, lebih besar dari dirinya sendiri, yaitu legacy. Bila tidak, passion ini akan menjadi prison. Budi paham hal ini dan setuju. 

Saya juga sampaikan pada Budi bahwa saya bisa dengan cepat menghilangkan perasaan marah Budi terhadap dosennya itu. Tapi ini tidak saya lakukan karena bila sampai emosi ini hilang maka dorongan untuk terus mendalami sinematografi juga ikut pudar. 

Sahabat, passion dilandasi emosi. Dengan demikian, bila emosi ini diotak-atik, passion bisa berubah. Sesuatu yang sebelumnya adalah passion bisa berubah menjadi biasa-biasa saja. Sebaliknya, yang sebelumnya biasa-biasa saja, bisa berubah menjadi passion bila kita bisa memberi emosi pada kegiatan ini. 

Caranya? Akan sangat panjang bila dijelaskan di sini. Intinya, dengan teknologi pikiran ini sangat mudah dilakukan. 

Demikianlah kenyataannya....

Arthor : Adi W Gunawan 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar