"One can choose to go back toward safety or forward toward growth. Growth must be chosen again and again; fear must be overcome again and again."
–~Abraham Maslow
Saya dapat pertanyaan dari seorang Sahabat tentang zona nyaman. Sahabat ini punya tiga anak. Masing-masing di kelas 6, 3, dan 2 SD. Pertanyaannya: Pak Adi, kami pernah membaca bahwa bila ingin anak sukses harus keluar dari zona nyaman. Yang ingin kami tanyakan, kapan atau saat usia sekolah kelas berapa yang paling tepat untuk mengeluarkan anak-anak dari zona nyaman tersebut?”
Zona nyaman atau comfort zone adalah situasi atau kondisi di mana seseorang merasa nyaman dan aman, terutama secara psikologis. Zona nyaman ini ada pada setiap aspek kehidupan. Bisa di aspek finansial, relasi, tempat tinggal, makanan yang biasa dimakan, hobi, tempat rekreasi, jam tidur, atau apa saja yang sudah menjadi kebiasaan dan seseorang merasa nyaman dan aman berada di situasi itu, melakukan kegiatan itu, atau menjalani hidupnya seperti itu.
Saat seseorang keluar dari zona nyaman maka akan muncul perasaan tidak nyaman yang akan mendorong ia untuk segera kembali ke zona nyaman. Ini adalah hal yang wajar dan merupakan bentuk perlindungan diri (defense mechanism). Untuk bisa keluar dari zona nyaman tentu butuh upaya sadar.
Bagaimana dengan anak keluar dari zona nyaman?
Beberapa orangtua yang pernah konsultasi ke saya ternyata punya pandangan atau pemahaman yang kurang tepat tentang keluar dari zona nyaman. Ada yang berpendapat bahwa anak mereka belajarnya terlalu santai. Mereka ingin anaknya mengalami stres seperti yang dulu mereka alami waktu sekolah. Mereka berpikir kalau anak sekolahnya santai maka anak-anak ini akan menjadi lemah. Padahal anak mereka punya prestasi yang sangat bagus di sekolah. Sebagai pendidik saya tentu bingung dengan hal ini. Bukankah belajar sebaiknya menjadi proses dan pengalaman yang menyenangkan dan membahagiakan? Kalau bisa santai dan hasilnya maksimal lalu buat apa harus kerja keras untuk hasil yang sama?
Ada lagi orangtua yang berpikir untuk mengirim anak mereka ke boarding school atau asrama. Alasan mereka, biar sekolah yang mendisiplinkan anak mereka karena di rumah anak mereka sudah terlalu nyaman. Saya katakan kepada orangtua ini bahwa dari pernyataannya saya menyimpulkan bahwa mereka tidak bisa menjadi orangtua yang baik. Mereka kini melempar tanggung jawab pendidikan anak kepada orang lain atau institusi pendidikan. Ini benar-benar salah kaprah.
Kembali pada bahasan awal mengenai anak keluar dari zona nyaman. Jawaban saya pada Sahabat ini yaitu seseorang dikatakan keluar zona nyaman saat ia mencoba hal yang baru atau di luar kebiasaannya. Ini bisa berupa mencoba makanan baru, pakaian baru, belajar hal baru, atau apa saja yang baru. Dan ini bisa diawali sejak anak masih kecil. Yang paling penting anak punya rasa aman saat menjelajahi zona barunya. Rasa aman ini, karena anak masih kecil, ia dapatkan dari dukungan dan kasih sayang yang diperoleh dari kedua orangtuanya.
Pandangan yang salah, bila anak keluar dari zona nyaman maka ini pasti baik untuknya. Keluar dari zona nyaman tidak selalu baik atau berguna untuk membangun diri anak. Mengapa? Karena keluar dari zona nyaman pasti memberikan stres atau tekanan pada diri anak. Pastikan stres atau tekanan ini masih dalam batas yang bisa anak atasi atau toleransi. Bila tidak, ini bisa akan menjadi trauma dan justru dapat merusak anak.
Artinya.. semuanya perlu dalam batas-batas yang wajar, tidak berlebih.
Bagaimana menurut Anda?
Author : Adi W. Gunawan
Author : Adi W. Gunawan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar